Jumat, 27 Januari 2012

Kontradiksi-Kontradiksi Hukum-Hukum Islam dan Demokrasi


1.   Asas Sistem
Asas sistem demokrasi adalah sekulerisme, bentuk konkretnya merupakan hasil penjelmaan pada abad pencerahan (renaissance) di Eropa. Sedangkan Islam adalah ajaran yang tidak layak di sekulerkan. Pemerintahan Islam di bangun diatas landasan aqidah Islam. Tidak ada pemisahan antara agama dan negara. Negara dalam Islam adalah institusi politik yang menerapkan persepsi, standar dan qona’ah yang digunakan untuk melakukan aktivitas ri’ayah su’unil ummah (mengurusi urusan rakyat). Artinya, diatur dengan aturan-aturan Islam. Dari sini saja sudah cukup untuk mengatakan demokrasi tidak ada landasannya sama sekali dalam Islam, termasuk juga didalamnya civil society, bahkan keduanya sangat bertentangan dengan Islam itu sendiri. Bila landasannya saja sudah berbeda apalagi dalam hal bangunan yang akan di bangun diatasnya.


2.   Sumber Kekeuasaan Implikasi dari point 1: Demokrasi memberikan kedaulatan (sovereignity) bukan kepada tuhan melainkan diserahkan sepenuhnya kepada rakyat, dan mempercayakan kepada rakyat  semua perkara dalam kehidupan. Sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, rakyat adalah sumber kekuasaan: rakyat adalah sumber kekuasaan perundang-undangan, sumber kekuasaan hukum, dan sumber kekuasaan pemerintahan. Sedangkan dalam Islam, kedaulatan ada di tangan syara’, syara’merupakan sumber rujukan utama mengenai segala perkara. Tidak seorangpun di perkenankan menyusun perudang-undangan meski hanya satu aturan saja. Dalam Islam rakyat mempunyai wewenang untuk menjalankan kekuasaan. Rakyatlah yang memilih dan dan mengangkat seseorang untuk memegang kekuasaan dan menjalankan kekuasaan. jadi, rakyat hanya menjadi sumber kekuasaan eksekutif semata.

3.  Sifat Kepemimpinan
 kepemimpinan dalam sistem demokrasi bersifat kolektif dan tidak individual. Kekuasaan juga di pegang secara kolektif, tidak secara individual. Dalam demokrasi (parlementer), kekuasaan di jalankan oleh suatu dewan menteri yang disebut kabinet. Kepala negara –baik presiden maupun raja- merupakan figur yang berkuasa namun tidak berhak memerintah. Sedangkan yang memerintah dan memegang kekuasaan adalah kabinet. Sistem ini bertentangan dengan sistem pemerintahan Islam, di mana kepemimpinan adalah milik satu orang, tidak bersifat kolektif. Demikian pula kekuasaan di pegang oleh satu orang dan tidak secara kolektif. Di riwayatkan oleh Abu Said al-Khudri yang menyatakan bahwa Rasulullah bersabda:
“Äpabila tiga orang melakukan perjalanan, mereka harus mengangkat satu orang diantara mereka sebagai Amir”.[i]
Abdullah ibn Umar juga meriwayatkan bahwa Rasulullah telah bersabda:
Tidak di perbolehkan bagi tiga orang dimanapun berada di muka bumi tanpa mengangkat salah seorang sebagai Amir diantara mereka”.[ii]
Kata (          ) “seorang diantara mereka” merujuk pada suatu bilangan yaitu satu, dan tidak lebih. Hal ini disimpulkan dari mafhum mukhalafah (pemahaman terbalik) dari kata “seorang diantara mereka”. Dengan demikian, hadits tersebut bermakna: “Mereka harus mengangkat seorang Amir, dan tidak boleh lebih” serta “kecuali mengangkat seorang Amir, dan tidak boleh lebih”. Dengan demikian mafhum mukhalafah kedua hadits tersebut bermakna bahwa di haramkan menyerahkan Imarah (kepemimpinan) kepada lebih dari satu orang. Khalifah adalah seorang yang memiliki wewenang penuh atas kekuasaan dan pemerintahan, dan Islam tidak mengenal adanya power sharing (pembagian kekuasaan) . dengan demikian, kepemimpinan dan kekuasaan dalam Islam di pegang secara individual.

4.     Kelembagaan
 Negara dengan sistem pemerintahan demokrasi terdiri dari sejumlah lembaga bukan satu lembaga. Pemerintah merupakan satu lembaga yang menjalankan kekuasaan eksekutif. Sementara lembaga-lembaga yang lain merupakan lembaga independen yang memiliki kewenangan memerintah dan kekuasaan pada bidangnya sesuai ketentuan. Hal ini bertentangan dengan Islam, dimana negara dan pemerintah merupakan lembaga tunggal yang memegang kekuasaan. Kalifah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki qawwah (otoritas) penuh, sementara orang lain sama sekali tidak memiliki otoritas tersebut. Rasulullah saw bersabda:
“Imam adalah seorang penggembala, dan ia bertanggung jawab atas gembalaannya”.[iii]
Kata (     ) “ïa” dalam tata bahasa Arab berhubungan dengan bentuk terbatas dan suatu kata ganti terpisah. Jadi kalimat yang berbunyi (          ) “dan ia bertanggungjawab” menunjukkan pembatasan tanggungjawab itu hanya kepada Imam (pemimpin). Dengan demikian, tidak ada seorang pun di dalam negara, baik individu maupun kelompok, yang memiliki kekuasaan dan wewenang selain Khalifah.

5.   Sumber Hukum
  Dalam sistem demokrasi, meminta pendapat rakyat mengenai masalah pemerintahan di pandang sebagai suatu kewajiban. Penguasa harus meminta pendapat rakyat atau lembaga perwakilan rakyat, dan ia tidak boleh melakukan aktivitas kecuali bila rakyat mendelegasikannya. Demikian pula ia tidak boleh menentang keinginan dan pendapat rakyat. Jadi meminta pendapat rakyat merupakan suatu ‘kewajiban’ penguasa di negara demokrasi. Hal ini bertentangan dengan Islam, karena Islam menganggap upaya meminta pendapat ummat, atau yang disebut syuro’ (musyawarah) hanya bersifat mandub (sunnah), bukan wajib. Dengan demikian, khalifah diutamakan meminta pendapat ummat dan tidak di wajibkan untuk itu. Sebab, sekalipun Allah SWT memuji syuro’, namun Ia hanya membatasinya hanya pada perkara-perkara mubah. Pembatasan syuro’ pada perkara mubah ini menjadi qorinah (indikasi) bahwa syuro’ hanya merupakan perbuatan yang mandub, bukan wajib. Oleh karena itu, dapat di simpulkan bahwa mandub bagi khalifah untuk bermusyawarah dengan umat, karena Allah swt memuji syuro’ namun membatasinya hanya pada perkara yang mubah.

6. Penetapan Peraturan     
    Demokrasi adalah sistem pemerintahan berdasarkan ‘suara mayoritas’. Anggota-anggota lembaga legislatif di pilih berdasarkan suara mayoritas pemilih dari kalangan rakyat. Penetapan peraturan dan perundang-undangan serta pemberian mosi percaya atau tidak percaya kepada pemerintah dalam dewan perwakilan di tetapkan pula berdasarkan ‘suara mayoritas’. Demikian pula penetapan semua keputusan dalam dewan perwakilan, kabinet, serta bahkan dalam seluruh lembaga dan organisasi lainnya. Pemilihan penguasa oleh rakyat, baik langsung (direct) maupun melalui para wakilnya (in direct), di tetapkan pula berdasarkan ‘suara mayoritas’ pemilih dari rakyat. Oleh karena itu, ‘suara mayoritas adalah ciri yang menonjol dalam sistem demokrasi. Pendapat mayoritas –menurut demokrasi- merupakan tolak ukur hakiki yang akan dapat mengungkapkan pendapat rakyat yang sebenarnya. Terkadang penetapan suara mayoritas bila melebihi 51%  suara dan terkadang penetapannya bila melebihi 2/3 suara dari wakil rakyat. Sementara dalam Islam, pendapat mayoritas tidak selalu mengikat, sebab ada perkara-perkara di dalam Islam yang tidak boleh di kompromikan sekalipun mayoritas berpendapat lain. Bentuk pengambilan keputusan yang di ambil di dasarkan pada konteks permasalahan masing-masing. Konteks permasalahan tersebut meliputi:
Ø    Dalam permasalahan penetapan hukum (tasyri’) maka di serahkan kepada hukum syara’ melalui ijtihad para mujtahid dan tidak di serahkan kepada pendapat mayoritas. Dalil yang menjadi dasar alasan ini adalah bahwa pada perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah saw mengambil wahyu yang di turunkan Allah swt kepadanya dan mengesampingkan pendapat Abu Bakar dan Umar. Beliau bahkan mengesampingkan pendapat seluruh kaum muslimin dan menolak pendapat mereka, dan memaksa mereka untuk patuh pada keputusannya serta mengabaikan kemarahan dan penolakan mereka. Hal ini membuktikan bahwa yang dominan di mata Rasulullah adalah apa yang telah di tetapkan melalui wahyu, yaitu dalil-dalil syara’. Bila terdapat sejumlah dalil, maka dalil terkuatlah yang di ikuti. Namun demikian, yang berhak mewajibkan umat untuk melegislasi (mengadopsi) salah satu pendapat dan menjadikannya sebagai hukum positif (possitive law) yang berlau bagi seluruh kaum muslimin adalah khalifah.[iv] Prinsip tersebut didasarkan pada adanya ketetapan nash:
“Perintah imam harus di laksanakan secara lahir dan batin”
“Perintah Imam menghilangkan perbedaan.”
“Sultan mempunyai hak untuk mengambil keputusan yang sesuai dengan permasalahan baru yang muncul.”
Ø  Dalam permasalahan yang memerlukan keahlian, maka di butuhkan pemahaman dan pengkajian terhadap pokok permasalahannya. Dengan pemahaman dan pengkajian tersebut maka dapat di tentukan suatu keputusan untuk melakukan atau meninggalkannya. Khusus untuk masalah yang membutuhkan pemahaman dan pengkajian, ketepatan dan kelayakan (fit and proper) tersebut, maka pendapat yang di kemukakan oleh para ahli yang di jadikan pertimbangan utama. Dalil mengenai masalah ini dapat di fahami dari aktivitas Rasulullah saw ketika bersama-sama kaum muslimin berkemah di dekat sumber air Badr. Al-Hubab ibn Mundzir –yang di kenal sebagai ahli peperangan- tidak setuju dengan tempat itu. Dia bertanya kepada Rasulullah saw, “Apakah ini tempat yang di tunjukkan Allah swt untuk Engkau duduki, sehingga kita tidak boleh membantah maupun berpindah dari sini, atau hanya sekedar pendapat dan taktik peperangan?” Rasulullah menjawab “ini hanya masalah pendapat, peperangan dan siasat.” Kemudian Hubab berkata, “ini bukan tempat yang tepat tuntuk berhenti.” Kemudian ia menunjuk tempat lain yang menurut pendapatnya lebih tepat, dan segera Rasulullah dan kaum muslimin berdiri dan berpindah ke tempat yang di tunjukkan. Dalam hadits ini Rasulullah mengabaikan pendapatnya maupun pendapat kaum muslimin. Beliau memilih mengikuti pendapat yang lebih tepat dan layak, serta merasa puas dengan pendapat satu orang dalam perkara-perkara yang disebut Rasulullah sebagai masalah “pendapat, perang dan siasat.”
Ø    Keputusan yang diambil dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan amalan praktis yang tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan mendalam, yang menjadi pertimbangan adalah suara mayoritas. Suatu hadits meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah menerima pendapat mayoritas kaum muslimin pada saat perang Uhud untuk keluar dari Madinah, sekalipun beliau menganggap pendapat ini keliru dan bukan merupakan pendapat yang terbaik, demikian pula para sahabat senior yang mempunyai pendapat berbeda dengan pendapat mayoritas kaum muslimin. Rasulullah dan para sahabat berpendapat bahwa mereka sebaiknya tetap berada di Madinah. Hal ini menunjukkan bahwa pendapat mayoritas dalam perkara ini adalah pendapat yang di unggulkan dan bersifat mengikat.

7.    Kebebasan Dalam Bertindak
  Dalam sistem demokrasi, kebebasan harus di wujudkan bagi setiap individu rakyat. Dengan itu, mereka dapat melaksanakan kedaulatannya dan menjalankannya sendiri, sekaligus dapat melaksanakan haknya untuk berpartisipasi dalam pemilihan para penguasa dan anggota lembaga perwakilan dengan sebebas-bebasnya tanpa ada tekanan atau paksaan. Ada 4 macam kebebasan yang dianut.
a.                   kebebasan beragama (freedom of religion)
b.                  kebebasan berpendapat (freedom of expreession)
c.                   kebebasan kepemilikan (freedom of ownership)
d.                  kebebasan berperilaku (personal freedom)
lain halnya dengan demokrasi, Islam tidak mengenal kebebasan mutlak. Bagi kaum muslimin, mereka terikat dengan aturan-aturan Islam, baik khalifah maupun warga negaranya. Mereka tidak boleh mempermainkan ajaran agama dengan cara berpindah-pindah agama. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa mengganti agamanya (Islam) maka bunuhlah ia”.[v]
    Islam juga melarang seseorang untuk memiliki sesuatu yang tidak berhak di milikinya. Islam telah                merinci beberapa kepemilikan yang terlarang, misalnya pencurian, perampasan, suap, korupsi, judi. Sebaliknya, Islam menghalalkan beberapa sebab kepemilikan, yaitu bekerja, waris, serta harta yang diperoleh tanpa pengorbanan semisal hadiah, hibab, sedekah atau zakat.
Dalam masalah tingkah laku, Islam memberikan batasan susila yang jelas, terutama masalah interaksi pria-wanita. Kapan, dimana, dengan siapa dan dalam rangka apa keduanya berinteraksi diatur dalam Islam dengan rinci dan detail. Sementara Barat (Kapitalisme) tidak memiliki aturan yang berkaitan dengan hal ini (Nidzomul ijtima’I / sistem sosial kemasyarakatan), sehingga semuanya dibiarkan secara bebas tanpa batas.



Sumber: Seorang Muslim(anonimous)Yang Insya Allah dirahmati dan di berkahi beserta keluarga oleh Allah SWT







Tidak ada komentar:

Posting Komentar